Targetkan Percepatan NDC Indonesia Melalui Penerapan Bisnis Berkelanjutan
Sektor swasta punya peran penting banget dalam membantu Indonesia mencapai target pengurangan emisi karbon yang tercantum dalam Nationally Determined Contribution (NDC) mereka. Hal ini disampaikan dalam Konferensi Perubahan Iklim COP29 UNFCCC yang digelar di Baku, Azerbaijan, pada 16 November 2024. Salah satu sesi yang menarik adalah *Collective Climate Action: Strengthening Actions to Meet Ambitious NDCs Together*, yang membahas bagaimana sektor swasta bisa berkontribusi lebih besar dalam aksi iklim.
Wahyu Marjaka, Direktur Mobilisasi dan Sumberdaya Sektoral dan Regional di Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), bilang kalau upaya pengurangan emisi harus melibatkan semua pihak, termasuk sektor swasta. Dia juga menekankan pentingnya inovasi dan adaptasi agar target ini bisa tercapai. “Perusahaan-perusahaan harus menerapkan praktik bisnis yang berkelanjutan dan inovatif. Sektor swasta punya potensi besar untuk mempercepat solusi iklim global, terutama lewat teknologi dan pengelolaan rantai pasokan,” ujar Wahyu dalam keynote speech-nya.
Indonesia sendiri udah menetapkan target pengurangan emisi yang cukup ambisius, yaitu 31,89% secara domestik dan 43,2% dengan dukungan internasional. Selain itu, Indonesia juga berencana mengajukan NDC kedua ke UNFCCC pada akhir 2024 yang bakal mencakup komitmen untuk menahan kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat Celcius dan mencapai net-zero emissions pada 2060. Wahyu juga mengingatkan bahwa untuk mencapai target ini, pemerintah, sektor swasta, dan filantropi harus bisa bekerja sama, memobilisasi sumber daya, dan menciptakan kemitraan yang solid. “Bisnis yang sejalan dengan Perjanjian Paris nggak cuma mendorong inovasi, tapi juga menciptakan permintaan untuk teknologi bersih,” tambahnya.
Di sisi lain, beberapa perusahaan Indonesia juga sudah mulai menunjukkan komitmennya untuk dekarbonisasi lewat berbagai inovasi. Salah satunya adalah APRIL Group, produsen kertas *PaperOne*, yang turut memaparkan inisiatif mereka dalam panel yang sama. APRIL Group memperkenalkan konsep *Waste to Value*, yang bertujuan untuk mengubah limbah industri jadi sumber daya bernilai, seperti energi, pupuk, dan bahan untuk pengerasan jalan. “Dengan izin dari pemerintah, kami bisa memanfaatkan sludge sebagai bahan bakar untuk produksi. Ini adalah bagian dari komitmen kami untuk mengelola limbah secara berkelanjutan dan mengurangi emisi dari TPA (tempat pembuangan akhir),” kata Rita Alim, Deputy Director External Relations APRIL Group.
Sludge, yang dihasilkan dari proses pengolahan air limbah dalam produksi pulp dan kertas, diolah kembali dengan teknologi recovery boiler milik APRIL untuk menghasilkan energi yang digunakan dalam produksi mereka. “Pada 2023, kami sudah memanfaatkan lebih dari 323.000 ton limbah non-B3, yang nggak cuma mengurangi limbah ke TPA, tapi juga menghemat biaya operasional,” lanjut Rita.
Langkah ini juga sejalan dengan visi keberlanjutan perusahaan, yaitu APRIL2030, yang bertujuan untuk mencapai target *Climate Positive* dan menurunkan emisi karbon secara signifikan. Selain itu, perusahaan ini juga berfokus pada penerapan model bisnis sirkular dan produksi yang lebih bertanggung jawab. Untuk energi, APRIL terus meningkatkan penggunaan energi terbarukan, salah satunya biomassa yang berasal dari produk sampingan dan limbah dalam proses produksi mereka. “Kami menargetkan 90% kebutuhan energi pabrik dari energi baru terbarukan (EBT), dan pada 2024, kami sudah mencapai 88%,” kata Rita. Selain biomassa, mereka juga memanfaatkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan kapasitas 26 MW, yang akan ditingkatkan menjadi 50 MW pada 2030.
Jadi, jelas banget bahwa sektor swasta punya peran yang sangat besar dalam mendukung Indonesia mencapai target iklim, baik melalui inovasi, pengelolaan sumber daya yang lebih efisien, hingga implementasi teknologi hijau yang lebih masif.