
Neraca Perdagangan Diproyeksikan Surplus Mencapai US$ 31,9 Miliar pada 2024
Proyeksi neraca perdagangan barang Indonesia menunjukkan bahwa tren surplus akan terus berlanjut hingga tahun 2024, meskipun dengan nilai yang sedikit lebih rendah dari tahun sebelumnya. Menurut Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), David Sumual, proyeksi ini termasuk estimasi surplus Desember 2024 yang diprediksi mencapai US$3 miliar. Hingga bulan November 2024, total surplus telah mencapai US$28,86 miliar.
Surplus pada bulan Desember diproyeksikan karena ekspor diperkirakan akan tumbuh sebesar 7,6% (year on year/YoY), sementara impor diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi, mencapai 10,4%. Menurut David, faktor musiman juga turut mempengaruhi tingginya angka ekspor dan impor pada bulan Desember.
Jika proyeksi neraca perdagangan pada bulan Desember terbukti benar, maka tren surplus akan berlangsung selama 56 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Meskipun demikian, tren surplus secara keseluruhan mengalami penurunan dari tahun 2022 yang mencapai US$54,46 miliar akibat kenaikan harga komoditas. Dengan moderasi harga, surplus neraca dagang pada tahun 2023 turun menjadi US$36,93 miliar.
David memperkirakan bahwa tren surplus neraca dagang akan terus berlanjut pada tahun 2025, meskipun dengan nilai yang lebih rendah lagi, yakni US$26,2 miliar. Hal ini disebabkan oleh ekspektasi perlambatan ekspor dan impor karena melemahnya harga komoditas serta permintaan yang kurang baik dari negara-negara tujuan ekspor Indonesia seperti China.
Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, juga memprediksi bahwa surplus pada bulan Desember akan lebih rendah, sekitar US$2,6 miliar. Dengan proyeksi ini, surplus neraca dagang sepanjang tahun tidak akan mencapai US$31,5 miliar. Fakhrul melihat bahwa penurunan surplus ini disebabkan oleh terus meningkatnya impor dan pelemahan nilai tukar rupiah.
Selain itu, perkiraan nilai tengah estimasi neraca dagang Desember 2024 dari konsensus ekonom Bloomberg menunjukkan surplus sekitar US$3,8 miliar atau sekitar US$32,67 miliar sepanjang tahun. Meskipun nilai ini lebih rendah dari realisasi tahun sebelumnya, namun tetap menunjukkan tren surplus yang berkelanjutan.
Secara historis, Indonesia mulai mencatatkan surplus pada awal pandemi Covid-19 pada Mei 2020 setelah sebelumnya mengalami defisit pada bulan April 2020. Periode sebelumnya, seperti tahun 2018 dan 2019, seringkali mencatatkan defisit dalam neraca dagang. Surplus tertinggi terjadi pada Juni 2018 senilai US$1,67 miliar.
Dengan berbagai proyeksi dan estimasi yang ada, neraca perdagangan Indonesia tetap menjadi sorotan penting bagi para ekonom dan pelaku pasar. Meskipun tren surplus sedang mengalami penurunan, namun masih menunjukkan ketahanan ekonomi yang cukup baik di tengah tantangan global yang terus berlangsung.